NEGERI BAYANGAN

NEGERI BAYANGAN

KATA bijak perlu diingat, "begitu langka menemukan pemilik ilmu yang bijaksana. Bijak nan beradab dan berilmu nan mencerdaskan. Andai bertemu, kehadirannya tak pernah diharapkan dan selalu disingkirkanAnehnya, justru pemilik kejahilan selalu dipuja, tampil anggun bagai "penguasa". Semua berhulu niat keliru meraih status ilmu melalui "jalan abu-abu". Semua bagai negeri bayangan, tanpa wujud tapi nyata.

Bagi ilmuwan yang beradab dan tawadhu', ilmu yang dimiliki hanya titipan untuk mengenal-Nya. Ilmu bukan untuk dibanggakan, tapi menujuk jalan kebenaran. Sosoknya lebih dikenal penduduk langit, meski selalu disingkirkan penduduk bumi.

Sebaliknya, bila "status ilmu" untuk membangun kepongahan, tanda jalan tak lagi lurus. Adab akan sirna dan kebijaksanaan tak akan hadir. Ilmu sebatas status, tanpa keberkahan. Akibatnya, ilmu hanya sebatas simbol tanpa ruh. Bila demikian, hadir ilmuwan vampir yang angkuh membangun gerbong kesombongan yang bermuara kezaliman.

Sifatnya akan diteruskan oleh pemilik kualitas yang sama. Hadir asa "aji mumpung", semua dimanfaatkan secara maksimal. Tak tersisa ilmu dan akal sehat untuk menghargai kebenaran. Hanya hadir keinginan untuk membenci dan menyakiti. Bagi manusia biadab, upaya pembenaran diri selalu dibangun seiring berbagai fitnah terhadap lawan yang terus disebarkan. Politik "belah bambu" akan dilakukan agar tercapai tujuan yang diinginkan. Namun, upaya menutup "kilauan permata" tak akan pernah berhasil. Upaya tersebut bagai menutup cahaya matahari dengan telapak tangan. Semua akan sia-sia. Sebab, begitu janji Allah dalam firman-Nya :"Dan jangan-lah kamu campur adukan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya" (QS. al-Baqarah : 42).

Menurut Ibnu Katsir ayat di atas berkaitan  larangan Allah SWT kepada Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran dengan merekayasa kesalahan. Melalui ayat di atas, Allah begitu begitu keras mencela siapa saja yang meniru prilaku "ahli kitab" Yahudi dan Nasrani yang --berupaya-- menyembunyikan (menutupi) fakta kebenaran. Upaya tersebut akan sia-sia. Sebab, pada waktunya Allah akan memperlihatkan semua tipu daya yang dilakukan. Demikian janji Allah dalam firman-Nya : "Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya" (QS. Ali Imran : 52).

Meski begitu jelas ancaman Allah sebagai peringatan, namun manusia kalanya justru --seakan--"mempersendaguraukannya". Begitu pilihan manusia tanpa "akal dan hati" yang telah tersesat dan menyesatkan. Pemilik akal yang dangkal, acapkali melakukan keputusan yang mudah terbaca. Umumnya, kebijakan yang dilaku-kan menghadirkan berbagai kesalahan dan masalah yang tak bisa ditutupi. Padahal, semua upaya telah tersusun rapi, tapi ke-jahatan tetap menyisakan persoalan.

Dalam sejarah manusia bayangan, ada beberapa kebiasaan di negeri bayangan (akal murahan dan hati yang gelap) untuk menutupi kejahatan yang dilakukan. Upaya tersebut antara lain:

Pertama, Pengalihan isu (berita). Upaya ini merupakan perbuatan tercela. Sebab, apa yang dilakukan begitu nyata bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan tanggungjawab dalam menyampaikan informasi. Acapkali persoalan yang bersinggungan "sosok fenomenal" menjadi hilang lantaran munculnya berita dan isu baru yang --sengaja-- diviralkan. Akibatnya, berita sebelumnya "lenyap ditelan bumi" dan tak lagi dioerhatikan dan dipersoalkan, apalagi diproses secara hukum dan moral. Secara alami, apa yang diberitakan akan hilang dan dilupakan. Sebab, pengalihan isu (berita) merupakan langkah strategis untuk "menghilangkan jejak" negatif.

Untuk itu, Islam mendorong umatnya untuk berpikir jernih dan kritis dalam menilai suatu permasalahan. Pengalihan isu seringkali memanfaatkan peran emosi (jiwa atau isme) dan logika yang salah untuk mempengaruhi orang lain agar lebih fokus pada berita terbaru dan melupakan berita-berita sebelumnya. Dengan demikian, perhatian masyarakat akan terfokus pada berita terbaru yang diciptakan agar viral menjadi trending topic. Pengalihan isu merupakan kebiasaan yang dilarang dalam Islam.

Hal ini diqiyaskan pada larangan me-motong pembicaraan orang lain. Sebaik-nya, dengarkan dan beritakan secara tuntas sebelum dialihkan pada berita yang lainnya. Hal ini menunjukan pembicaraan tanpa adab. Bagi manusia pelaku cara culas, semua prilakunya untuk mengalih-kan isu hanya akan menjadi bahan tertawa. Sebab, ia telah berhasil "mengalih-kan perhatian" umat atas isu yang diberita-kannya. Islam sangat membenci karakter manusia yang demikian. Hal ini dinyatakan Rasulullah melalui sabdanya: "Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia !” (HR. Abu Daud).

Sungguh jelas dan tegas Rasulullah meng-ingatkan. Tapi, manusia menyepelekannya.

Kedua, Pemanfaatan "buzzer bayaran" sebagai "algojo"  yang disiapkan untuk mengeksekusi musuh yang menyerang atau ingin disingkirkan. Eksistensi buzzer bayaran merupakan "bodyguard" membela kesalahan (kejahatan) diri dan mencari (merekayasa) kesalahan tersebut ditimpa-kan pada orang lain. Untuk "mengamankan" diri (komunitas), mereka tak peduli harus mengeluarkan berapa pun materi yang diperlukan. Prilaku ini sangat dicela oleh Allah sesuai firman-Nya :"Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kalian akan merasa jijik” (QS. al-Hujurat : 12).

Seiring ayat di atas, Rasulullah bersabda: "Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat” (HR. Bukhari).

Meski ayat dan hadis di atas begitu jelas mengingatkan, namun "profesi buzzer" sangat digemari dan menjanjikan pundi. Ia tak peduli atas posisi dan hasil (materi). Padahal, semua itu merupakan "lelehan api neraka" yang sedang dinikmatinya.

 

Ketiga, Memperkuat pencitraan yang suci dan anggun. Upaya ini dilakukan agar semua yang melihat akan menilainya sebagai pemilik "kebaikan dan kemuliaan". Untuk itu, berbagai asesories kesalehan "fiktif" dimunculkan. Pilihan rekayasa aksesories kemulian justeru akan mem-pertontonkan sosok manusia munafik.

Semua dilakukan agar terlihat anggun bak "malaikat" untuk menutupi sifat asli bak "iblis". Tampil sebagai sosok "paling suci" untuk menutupi kumparan "najis diri" yang mengkristal, sosok paling pemaaf untuk menutupi sifat dendam kesumat, tampil paling shaleh untuk menutupi sejuta kesalahan. Sungguh, tampilan kemunafik-an yang demikian telah diingatkan oleh Rasulullah melalui sabdanya : "Salah seorang dari kalian begitu mudah melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya” (HR. Bukhari).

Dalam budaya Melayu, hadis di atas terukir pada pepatah "gajah dipelupuk mata tak --pernah-- terlihat, tapi semut diseberang lautan jelas kelihatan". Pesan pengingat bagi manusia pemilik akal dan hati. Tapi, pesan yang hanya sebatas "angin lalu" bagi manusia yang rusak akal dan hatinya.

Keempat, Mencari "kambing hitam" seba-gai "tumbal".  Kata kiasan "kambing hitam" berasal dari praktik agama kuno yang memilih seekor kambing hitam sebagai "penebus dosa" atau kesalahan personal atau sosial. Ia dilepaskan dan dibuang ke padang pasir tandus atau dibunuh. Untuk itu, ketika seseorang dijadikan "kambing hitam", maka berarti ia dijadikan objek sasaran kesalahan atau dipersalahkan atas suatu kejahatan. Tak perduli apakah ia ikut sebagai pelaku, sekedar suruhan, atau sama sekali tak bersalah (terlibat) dalam masalah yang terjadi.

Kelima, Memasang "muka tembok" dan masa bodoh terhadap semua yang terjadi. Sebab, ia telah kehilangan rasa malu dan harga diri. Manusia seperti ini akan bebas melakukan apa pun yang diinginkan, tanpa rasa bersalah meski berbuat kesalahan. Rasulullah mengingatkan : "Sesungguhnya apa yang telah dijumpai oleh manusia dari kalam Nubuwah yang pertama, yaitu ;  Kalau engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu" (HR. Bukhari).

Hadis di atas menekankan bahwa rasa malu merupakan pondasi utama bagi tumbuhnya akhlak terpuji, mendorong prilaku kebaikan, dan mencegah tindakan kejahatan. Sifat malu merupakan warisan para nabi dan rasul yang wajib dimiliki. Ketika sifat malu telah sirna, maka manusia akan jatuh pada derajat kehinaan melebihi hewan melata (QS. al-A'raf : 179).

Andai malu dan harga diri mati, akal rusak, dan hati membeku, tak ada lagi tersisa asa kebajikan di bumi. Hadir kesombongan melampaui iblis, kepongahan melampaui Namrudz dan Firaun, serta keserakahan melampaui Qorun.

Hanya harap manusia pilihan yang terjaga iman yang kokoh sebagai perisai diri. Iman yang diselamatkan-Nya dari percaturan "transaksi" kemunafikan para pengingkar pada janji-Nya (QS. al-A'raf : 172). Idealnya, gerak pikir dan hati tercermin pada wujud prilaku. Demikian tampilan yang dicontoh-kan para nabi dan rasul, serta hamba-Nya yang terpilih. Hanya saja, pribadi yang berbeda antara pikir dan hati tampil lebih dominan. Tampil berselimut kemunafikan dengan "jubah" bak malaikat, tapi prilaku dan hatinya melampaui iblis. Ketika Allah saja dikhianati, apatahlagi pada sesama.

Demikian cerminan akal dan hati manusia yang tak mampu dipungkiri. Sejuta upaya tak pernah mampu menutupi. Semua hadir sesuai janji-Nya yang tak pernah ingkar janji (QS. Ali Imran : 9). Sungguh aneh negeri bayangan. Tampil bak bayang yang tak sesuai fisik, sulit disentuh, dan serakah menjarah pundi untuk membeli murka-Nya. 

Wa Allahua'lam bi al-Shawwab.***

Prof Samsul Nizar adalah Guru Besar IAIN Datuk Laksemana Bengkalis

Hubungi Kami

Alamat:
No.5B, Jalan 3/70 Damai Point, Seksyen 3, 43650 Bandar Baru Bangi. Selangor

Telefon: +60 17-377 7732
Email: alfalahmadani2022 [@] gmail.com

Jumlah Pengunjung

032635
Hari ini: 204
Minggu Ini: 204
Bulan Ini: 6,431
Tahun Ini: 32,635
Tahun Lepas: 5,538
Image

Alfalahmadani.my merupakan sebuah portal yang bertanggungjawab untuk bertindak sebagai penampan bagi setiap tuduhan, fitnah, kekeliruan, ketidakfahaman dan kecelaruan yang berlegar di minda rakyat. Sama ada isu-isu yang timbul secara organik di media sosial, ataupun yang didorong sebagai naratif oleh pihak-pihak tertentu,

Alfalahmadani.my akan menjawab setiap permasalahan dengan pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Tentunya, kehadiran Alfalahmadani.my bukan berhasrat menyatakan kesempurnaan pemikiran, tetapi sebagai wahana untuk menuju kesempurnaan pengetahuan dalam konteks pemikiran semasa, dan kebijaksanaan yang mampu diusahakan.