PERKATAAN DAN TULISAN PUNCA KE NERAKA

Kepada para pengembang dakwah yang bersih dan bertakwa, penulis mendoakan kebaikan untuk anda dan semoga Allah menerima berbagai ketaatan dan semoga Allah menjaga Anda sekalian dari semua keburukan dan melindungi anda sekalian dari semua kejahatan. Ada harapan setelah penderitaan. Ada kabar gembira jalan keluar setelah situasi menyedihkan. Ada kemudahan setelah kesusahan. Ada ketenteraman yang dekat setelah derita panjang.

Sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan apa yang dikatakan oleh lisan dan tulisannya, karena boleh jadi seseorang menganggap suatu perkataan hanyalah kata-kata yang ringan dan biasa namun ternyata hal itu merupakan sesuatu yang mendatangkan murka Allah Taala. Hendaknya selalu berhati-hati agar tidak terjerumus meyakini dan turut menyebarkan kabar bohong dan fitnah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
Sesungguhnya Allah meridhai kamu pada tiga perkara dan membenci kamu pada tiga pula. Allah meridhai kamu bila kamu hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kamu berpecah belah. Dan Allah membenci kamu bila kamu suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta

Di antara tanda baiknya seorang Muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.

Sebaik-baik perkara adalah membekali diri dengan ilmu. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, maka dia telah diperbudak oleh pikiran (pandangan)-nya. Akhirnya, dia pun begitu mengagungkan dirinya, sehingga menghalanginya untuk belajar kepada orang lain. Padahal, dengan saling belajar, akan menampakan kesalahan (dan kekurangan)-nya. Ibn Jauzi, Shaid al-Khathir, hal 62.

Hasan al-Bashri berkata: Kebanyakan orang sama ketika mendapatkan nikmat, tetapi saat ujian (bala) ditimpakan, mereka berbeda (satu sama lain). Ibn Jauzi berkomentar: Akal adalah simpanan terbaik dan bekal untuk menghadapi perang melawan bala [Ibn Jauzi. Shaid al-Khathir, 78]

Umar bin Abdul Aziz berkata: Siapa saja yang tidak mengalkulasi perkataan dari perbuatannya, maka banyak kesalahannya. Sebagian ahli hikmah berkata: Akal seseorang bersembunyi di bawah lisannya. Sebagian ahli balaghah berkata: Penjaralah lisanmu, sebelum kamu dipenjara dalam waktu yang lama, atau jiwamu binasa. Tidak ada sesuatu yang lebih utama dari memenjara dalam waktu yang lama terhadap lisan yang sedikit benar, namun banyak bicara. Abu Tammam ath-Thaiy berkata: Di antara ahli hikmah mengatakan bahwa lisan seseorang termasuk bayangan hati. Sehingga sebagian ahli hikmah mengurangi kesempatan berbicara, dan berkata: Apabila Anda duduk bersama orang-orang bodoh (dalam satu forum), maka diamlah. Dan apabila Anda duduk bersama para ulama (dalam satu forum), maka diamlah. Sesungguhnya diammu ketika bersama orang-orang bodoh, maka itu akan menambah kesabaran. Sementara diammu ketika bersama para ulama, maka itu akan menambah pengetahuan (ilmu). Dari Kitab Adab ad-Dunyā wa ad-Dīn, karya Imam al-Mawardi

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya: Mahukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua? kemudian beliau memegang lisannya dan berkata: Jagalah ini maka aku (Muadz) tanyakan: Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan mereka. (HR. At-Tirmidzi)

Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di atas, Secara dzahir hadits Muadz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang keluar dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan yang mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar di sisi Allah Taala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang Allah tanpa dasar ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di dalamnya pula persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta, ghibah dan namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah lepas dari perkataan-perkataan yang mengantarkan pada terwujudnya (perbuatan maksiat tersebut). (Jamiul Ulum wal Hikaam)

Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat. (HR. Muslim)

Ulama besar Syafiiyyah, An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, Ini merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda.
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah. (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, selayaknya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat, hendaknya merenungkan dalam dirinya sebelum berucap. Jika memang ada manfaatnya, maka dia baru berbicara.

Sumber: Arrahmah.com

BUNUH DIRI BUKAN MENGAKHIRI KEHIDUPAN

Orang yang bunuh diri sesungguhnya berpikiran pendek dan dangkal dengan beranggapan bahwa jika ia mati maka berakhirlah semuanya. Justru kehidupan setelah kematian itu adalah kehidupan sesungguhnya yang lebih kekal lebih berat. Ketika menghadapi cobaan hidup, sebagian orang mengambil “jalan pintas” dengan cara bunuh diri. Padahal bunuh diri bukanlah solusi dan bukanlah jalan pintas, bahkan bunuh diri adalah dosa yang sangat besar dalam Islam.

Besarnya dosanya bunuh diri
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Bunuh diri adalah salah satu dosa besar. Allah Ta’ala berfirman maksudnya:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud:
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).

Maka bunuh diri itu adalah dosa besar yang paling buruk. Namun Ahlussunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa orang yang bunuh diri itu tidak kafir. Jika ia muslim, maka ia tetap dishalatkan dengan baik karena ia seorang Muslim yang bertauhid dan beriman kepada Allah, dan juga sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/noor/3054).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda yang bermaksud:
“Dahulu ada seorang lelaki yang terluka, ia putus asa lalu mengambil sebilah pisau dan memotong tangannya. Darahnya terus mengalir hingga ia mati. Allah Ta’ala berfirman: ”Hambaku mendahuluiku dengan dirinya, maka aku haramkan baginya surga” (HR. Bukhari no. 3463, Muslim no. 113).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda yang bermaksud:
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu kelak akan berada di tangannya dan akan dia gunakan untuk menikam perutnya sendiri di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, maka kelak ia akan meminumnya sedikit-demi sedikit di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, maka dia akan dijatuhkan dari tempat yang tinggi di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-selamanya” (HR. Bukhari no. 5778, Muslim no. 109).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di neraka Jahannam. Artinya seseorang yang bunuh diri pasti akan masuk neraka Jahannam” (Syarhu Al Kabair, 109).

Maka orang yang bunuh diri akan mengalami dua kengerian :
Ia akan masuk neraka Jahannam yang merupakan neraka terburuk dan terngeri. Dalam Al Qur’an sering kali disebutkan tentang Jahannam: “seburuk-buruk tempat” dan “seburuk-buruk tempat kembali”

Ia akan terus diadzab dengan cara yang sama dengan cara ia bunuh diri secara terus-menerus di neraka.

Apakah orang yang bunuh diri kafir?
Orang yang mati dalam keadaan Muslim, bukan dalam keadaan Musyrik, maka ia tidak akan kekal di neraka jika ia masuk neraka. Allah Ta’ala berfirman bermaksud:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (Qs. An Nisa: 48).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud:
“akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji gandum kebaikan. akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji burr kebaikan.  akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji sawi kebaikan” (HR. Bukhari no. 44).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan: “namun orang yang bunuh diri tidaklah keluar dari Islam jika memang ia Muslim sebelum melakukan bunuh diri. Bunuh diri tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Namun nasibnya di akhirat tahta masyiatillah (tergantung pada kehendak Allah) sebagaimana maksiat yang lainnya. Jika Allah berkehendak, Allah bisa mengampuninya dan memasukkannya ke surga karena keislamannya dan keimanannya.

Dan jika Allah berkehendak, Allah juga bisa mengadzabnya di neraka atas kejahatan yang ia lakukan, yaitu pembunuhan. Lalu setelah bersih dosa-dosanya dengan adzab yang ia terima, Allah pun mengeluarkannya dari neraka untuk dimasukkan ke surga. Maka orang tua dari orang yang bunuh diri hendaknya banyak-banyak berdoa kebaikan dan rahmat baginya, banyak-banyak bersedekah untuknya, semoga Allah meringankan perkaranya dan memberikan rahmat kepadanya jika memang ia seorang Muslim” (http://www.binbaz.org.sa/noor/3054).

Karena orang yang bunuh diri tidak kafir, maka jenazahnya tetap dimandikan dan dishalatkan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Orang bunuh diri tidaklah kafir, bahkan ia tetap dimandikan, dikafani, dishalatkan, didoakan baginya ampunan, sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap seorang yang misyqash (semacam pisau). Jenazah orang tersebut didatangkan kepada Rasulullah namun beliau tidak mau menshalatkannya, dan beliau bersabda kepada para sahabat: shalatkan ia. Lalu para sahabat pun menyalatkannya. Ini menunjukkan bahwa lelaki yang bunuh diri tersebut tidaklah kafir, sehingga ia pun tidak berhak mendapatkan kekekalan di neraka. Yang disebutkan dalam hadits yang terdapat lafadz bahwa ia kekal di neraka, jika memang lafadz tersebut mahfuzh dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka maksudnya adalah ancaman dan peringatan keras terhadap amalan ini (bunuh diri)” (Syarhu Al Kabair, 110).

Dalil-dalil yang berbicara mengenai amalan dosa yang bukan syirik, yang mengandung kalimat semacam “tidak masuk surga orang yang demikian dan demikian” atau “diharamkan masuk surga orang yang demikian dan demikian”, maka maknanya sebagaimana dijelaskan Syaikh Musthafa Al Adawi tidak lepas dari dua kemungkinan:

1. Orang yang melakukan dosa besar tersebut tidak masuk surga bersama golongan orang-orang yang masuk surga pertama kali. Ia mendapatkan adzab atas dosa yang ia lakukan (jika Allah tidak mengampuni dosanya), baru setelah itu dikeluarkan dari neraka dan masuk surga.

2. Orang yang melakukan dosa besar tersebut tidak masuk pada jenis surga tertentu dari surga-surga yang ada (Mafatihul Fiqhi, 1/20).

Bunuh diri bukan solusi
Ketika seseorang menghadapi suatu permasalahan, akal yang sehat tentu akan setuju bahwa bunuh diri bukanlah solusi dari permasalahan tersebut. Apapun permasalahannya, selama-lamanya bunuh diri bukanlah solusi. Bunuh diri hanyalah bentuk lari dari permasalahan, bahkan justru ia akan menambah permasalahan-permasalahan yang lain bagi orang yang ditinggalkannya.

Ketahuilah bahwa setiap masalah yang kita hadapi itu pasti ada solusinya. Karena Allah Ta’ala tidak akan membebani sesuatu kepada kita kecuali masih dalam batas kemampuan kita. Allah Ta’ala berfirman bermaksud:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah: 286).

Dan solusi dalam permasalahan hidup itu pasti akan bisa didapatkan jika kita kembali kepada Allah, kembali kepada agama, mendekatkan diri kepada Rabb kita dengan menjalankan berbagai ketaatan dan menjauhi segala larangan. Karena demikianlah janji Allah Ta’ala Ia adalah sebaik-sebaik penepat janji:
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” (QS. Ath Thalaq: 2).

Bunuh diri bukan mengakhiri kehidupan
Kematian bukanlah akhir. Bahkan ia adalah awal kehidupan akhirat yang lebih kekal. Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud:
“Akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” (QS. Al A’la: 17).

Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat’ . Utsman Radhiallahu’anhu berkata, ‘Aku tidak pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan dari kuburan’” (HR. Tirmidzi 2308, ia berkata: “hasan gharib”, dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Futuhat Rabbaniyyah, 4/192).

Maka orang yang bunuh diri sesungguhnya berpikiran pendek dan dangkal dengan beranggapan bahwa jika ia mati maka berakhirlah semuanya. Justru kehidupan setelah kematian itu adalah kehidupan sesungguhnya yang lebih kekal lebih berat. Jika seseorang yang tidak memiliki bekal yang cukup untuk akhiratnya lalu ia mengakhiri hidupnya di dunia dengan dosa besar, yaitu bunuh diri, maka ia meninggalkan masalah yang jauh lebih kecil di dunia (jika dibandingkan dengan masalah di akhirat), lalu menghadapi masalah yang lebih besar dan lebih berat di akhirat.

Semoga Allah senantiasa memberi kita hidayah agar kita tetap istiqamah di atas jalan yang benar hingga ajal menjemput kita. 

Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi.

Sumber: Muslim.or.id

RESOLUSI RUU MUFTI (WILAYAH-WILAYAH PERSEKUTUAN) 2024

Resolusi RUU Mufti (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 2024 yang dibacakan Dr Syed Shahridzan Ben Agil (SUA Ilmuwan Ahli Sunah Wal Jamaah Malaysia) seperti berikut:

Pertama, akidah Ahli Sunah Waljamaah (ASWJ) yang berlandaskan mazhab Asyairah dan Maturidiah adalah tonggak utama dalam memelihara kesucian Islam daripada ancaman pemikiran yang sesat. Oleh itu, usaha mempertahankan akidah ASWJ ini harus melampaui batasan sentimen politik kepartian, masalah peribadi di kalangan pendakwah serta perbezaan pandangan dalam hal-hal cabang (furu').

Kedua, perbezaan pandangan di kalangan asatizah ASWJ, sama ada dalam cabang akidah, fiqh, atau tasawuf, mestilah diuruskan dengan penuh hikmah dan adab. Ini penting untuk mengelakkan perpecahan dalam kalangan ASWJ, yang boleh mencetuskan fitnah besar dan melemahkan ikatan persaudaraan sesama mereka.

Ketiga, agensi-agensi agama Persekutuan seperti Jakim, Jawi, TV Hijrah, Ikim, Yadim, dan lain-lain perlu berperanan dengan penuh komitmen dan menjiwai keputusan-keputusan yang telah diputuskan oleh Mesyuarat Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia (MKI) yang disahkan oleh Majlis Raja-Raja. Ini penting untuk memastikan tiada perpecahan berlaku dalam kalangan umat Islam di Malaysia, kerana agensi-agensi agama ini memainkan peranan yang signifikan dalam memberikan penerangan mengenai agama Islam.

Keempat, RUU Mufti Wilayah perlu diluluskan secepat mungkin di Parlimen memandangkan negeri Kedah telah lebih awal meluluskan Enakmen Mufti Dan Fatwa Negeri Kedah 2008. Bahkan, isi kandungan RUU Mufti tidak jauh beza dengan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003, Warta Kerajaan Sabah 2017, Enakmen Pentadbiran Hal Ehwal Agama Islam 2020 dan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Melaka Pindaan 2022. Wilayah Persekutuan tidak harus ketinggalan dalam usaha memartabatkan Islam melalui RUU Mufti Wilayah Persekutuan.

Kelima, RUU Mufti Wilayah tidaklah merendahkan kedudukan YDPA kerana fasal 4(1) menyebutkan 'Mufti hendaklah membantu dan menasihati YDPA berkenaan semua perkara hukum syarak...' Keadaan ini sememangnya telah dipraktik di seluruh negeri dalam Malaysia sejak dahulu. Tambahan lagi, Kertas Cadangan RUU Mufti telah mendapat perkenan YDPA pada 12 Mac 2024, hal ini bermaksud RUU Mufti ini telah dipertimbang oleh YDPA sebelum diperkenankan. Dakwaan bahawa RUU Mufti jika diluluskan akan memberikan kuasa mutlak kepada Mufti adalah tidak berasas sama sekali.

Keenam, RUU Mufti juga tidak mengganggu urusan orang bukan Islam, jauh sekali mengikat negeri-negeri lain termasuk Sabah dan Sarawak. Bidang kuasa yang diperuntukkan kepada Mufti Wilayah dalam RUU Mufti ini hanya terhad kepada urus tadbir fatwa, falak, penentuan arah dan lain-lain yang hanya berkait amalan orang Islam di Wilayah Persekutuan sahaja.

Ketujuh, RUU Mufti bukanlah suatu perkara baharu dalam negara kita. Ia penambahbaikan kepada akta sedia ada. Pengamalan sedia ada sebelum ini terbukti tidak mengganggu golongan bukan Islam atau hak negeri Sabah dan Sarawak. Justeru, tiada yang perlu dirisaukan golongan bukan Islam atau orang Islam di negeri-negeri lain.

Kelapan, agensi agama di peringkat persekutuan dan negeri-negeri seperti Jakim, Jain, Jabatan Mufti mestilah dipelihara kesuciannya. Sebarang usaha untuk merendah dan memperolok-olokkan agenda agama mestilah diambil tindakan segera agar ia tidak merebak lebih parah.

Kesembilan, kerajaan perlu memandang serius perpecahan dalam kalangan ilmuwan Islam yang sering menimbulkan ketidakharmonian dalam masyarakat. Kerajaan perlu berpandukan kepada keputusan Mesyuarat Jawatankuasa Muzakarah dan MKI bagi memastikan tindakan ilmuwan Islam berlandaskan kebenaran.

KEWAJIPAN MAKANAN HALAL

Isu makanan yang mengandungi bahan haram dan cara menyediakan yang tidak bertepatan dengan Islam terus berlaku dalam masyarakat Malaysia meskipun peraturan mengenai telah lama ada. Sebelum ini dua jenis cokelat keluaran sebuah syarikat antarabangsa sah mengandungi bahan yang haram iaitu DNA babi. Kes ini benar-benar menyentak naluri makan umat Islam kerana cokelat tersebut begitu mudah diperoleh dan digemari oleh sebahagian besar penggemar cokelat.Inilah akibatnya apabila penguatkuasaan yang longgar dan acuh tidak acuh dan sudah tentu boleh mendatangkan kesan buruk kepada kesihatan dan pembinaan akhlak masyarakat Islam.


Umumnya, orang Islam yakin kesahsiahan yang baik banyak disumbangkan oleh apa yang dimakan dan kerana itulah Islam tidak boleh berkompromi dengan bahan-bahan yang diperlukan dalam penyediaan makanan bersama proses penyediaannya. Antara bahan yang diharamkan ialah apa sahaja yang berkaitan dengan bahan haram seperti daging, lemak, tulang ataupun enzim babi, kerana babi adalah salah satu binatang yang haram dimakan oleh umat Islam. Selain babi, kandungan alcohol juga menjadi bahan terlarang. Begitu juga dengan bahan yang asalnya halal tetapi kerana kaedah memprosesnya tidak mematuhi garis panduan, ia tetap dilarang bahkan jika ternakan disembelih dengan cara salah, ia tetap dianggap sebagai bangkai walaupun daging itu adalah lembu, kambing atau ayam.


Larangan memakan daging tertentu seperti khinzir adalah disebabkan binatang tersebut merupakan spesies yang banyak mengandungi cacing kerana sifatnya gemar menyodok untuk mendapatkan makanan daripada tanah lembab, dan cacing serta anai-anai adalah makanan kegemarannya. Suatu ketika, babi digunakan oleh pihak perbandaran untuk membersihkan longkang dan lorong yang berlumut atau berminyak sebelum babi diternak secara komersial.


Memakan daging babi, termasuk menyentuh kulitnya adalah haram di sisi Islam kerana dikhuatiri akan menyebabkan penyakit. Beberapa tahun lalu, masyarakat Malaysia gelisah dengan kematian akibat diserang wabak JE, yang merebak kepada manusia yang bersentuhan dengannya sehingga menyebabkan Kg Bukit Pelanduk dan Kg Sawah di Port Dickson menjadi kawasan larangan.

Rasullullah SAW bersabda: Daripada Salman al-Farisi semasa Rasulullah s.a.w. ditanya tentang hukum lemak, keju dan keldai hutan, Nabi Muhammad s.a.w. menjelaskan bahawa apa yang dihalalkan di dalam kitab Allah adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram, manakala apa yang didiamkan, ada kemaafan bagi kamu.


Makanan mempunyai pengaruh yang besar dalam kemenjadian fizikal dan kesihatan.Seorang ulama Islam yang tersohor, al-Harali mengatakan bahawa jenis makanan dan minuman mempengaruhi jiwa dan sifat mental seseorang yang memakannya. Berdasarkan maksud  perkataanrijs yang disebutkan dalam al-Quran adalah minuman beralkohol (surah al-Maidah, ayat 90); bangkai, darah dan daging babi (surah al-An am, ayat 145).


Menurut al-Harali, kata rijs membawa maksud buruk budi pekerti dan moral.Selaran dengan rumusan itu, Syeikh Taqi Falsafi dalam kitabnya yang diterjemahkan ke bahasa Inggeris, Child between Heredity and Education, berdasarkan pandangan Alexis Carrel, pemenang hadiah nobel dalam bidang perubatan yang masyhur dengan buku Man the Unknownseperti maksud berikut: Pengaruh dari campuran (senyawa) kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktiviti jiwa dan fikiran manusia belum diketahui secara sempurna, kerana belum diadakan eksperimen secara memadai. Namun tidak dapat diragukan bahawa perasaan manusia dipengaruhi kualiti dan kuantiti makanan.


Makanan mempunyai kaitan dengan kesihatan masyarakat dan kesejahteraan negara, kerana itulah pakar-pakar perubatan dan pemakanan menasihat setiap mengambil makanan berkhasiat. Makanan tanpa khasiat boleh membawa kemudaratan, misalnya makanan yang diistilahkan sebagai makanan ringan atau junk food, makanan segera atau fast food, makanan yang diawet dan makanan yang diproses dalam bentuk sejuk beku atau frozen dan  yang disimpan dalam tin jika diambil secara berlebihan atau kerap boleh menjejaskan kesihatan.


Makanan segera dan makanan ringan dikhuatiri mempunyai kandungan garam yang tinggi dan boleh menyebabkan obesiti, akhirnya boleh mempercepatkan tekanan darah tinggi. Makanan atau minuman berkarbonit telah dikenalpasti mengandungi gula yang tinggi dan boleh mempercepatkan gejala kencing manis. Kencing manis dan darah tinggi merupakan penyakit yang semakin menggerunkan masyarakat, jumlah pengidapnya semakin bertambah dan ia bakal mempengaruhi kesihatan kardiovaskular.


Sebab itulah Islam menyuruh penganutnya agar mendapatkan makanan halal dan mengambilnya secara sederhana. Larangan terhadap minuman keras bukan kerana ia hanya memberikan kesan memabukkan, bahkan alcohol boleh mengakibatkan kerosakan otak, hati dan limpa kerana kandungan bahan kimia yang dikenali sebagai spirit, mudah terbakar. Alkohol juga mendorong kepada pelbagai perlakuan jenayah termasuk kebocoran rahsia dan percakapan dengan bahasa yang kesat, kasar dan mencarut.Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan manusia mengambil makanan yang bersifat halal dan thayyib, bagi mengingatkan manusia tentang bahaya penyakit dan kesantunan sahsiah.


Sesuatu yang bersifat halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi.Maksud halal juga bererti boleh dan dalam bahasa perundangan, ia merangkumi  sesuatu yang dibolehkan agama, baik kebolehan itu bersifat sunah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk ditinggalkan) mahupan mubah. Makruh bererti ia dibolehkan, tetapi tidak digalakkan kerana ia boleh menyebabkan musibah. Misalnya, Rasullullah SAW pernah melarang seseorang yang baharu selesai memakan bawang mendekati masjid kerana baunya boleh menyebabkan bau yang tengik dan menyucuk hidung.


Seperti diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ali bin Abi Talib:  Rasulullah melarang memakan bawang putih kecuali setelah dimasak. Dalam riwayat at-Tirmizi dikemukakan bahawa seseorang bertanya: apakah itu haram?baginda menjawab: Tidak, tetapi saya tidak suka aromanya.


Kata thayyib dari segi bahasa bererti lazat, baik, sihat, mententeramkan dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahawa ia bererti makanan yang tidak kotor dari segi khasiatnya  atau rosak, atau dicampuri benda najis. 


Makanan yang sihat adalah makanan yang memiliki khasiat yang cukup dan seimbang. Dalam al-Quran disebutkan sekian banyak jenis makanan halal dimakan,  misalnya padi-padian (al-Sajadah ayat 27), ikan (al-Nahl ayat 4), buah- buahan (al-Mukminun ayat 19; al-An am [6]: 141), lemak dan minyak (al-Mukminun ayat 21), madu (al-Nalh ayat 69) dan lain-lain. Penyebutan aneka macam jenis makanan ini, menuntut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.


Apakah jenis-jenis makanan yang disebutkan secara khusus di atas mempunyai kaitan dengan gizi? Nabi sendiri lebih menyukai makanan saperti susu, daging dan madu walaupun jarang diperolehnya kerana ia boleh menghasilkan tenaga dan protein yang diperlukan oleh tubuh,  dalam menghasilkan kudrat dan membentuk proses imuninasi menghalang penyakit asalkan ia diambil dengan cara yang betul dan tidak keterlaluan.
tamat.

SIAPAKAH SAHABAT TERAKHIR MELIHAT NABI SAW?

Ketika Rasulullah SAW wafat, para sahabat mengalami kedukaan yang amat mendalam. Pemakaman baginda dilaksanakan beberapa hari kemudian. Salah seorang sahabat yang terlibat dalam proses pemakaman ialah Mughirah. 

Ketika jasad Rasulullah SAW diletakkan di liang lahad, al-Mughirah berkata: 

"Di kaki Nabi ada sesuatu yang belum diperkemaskan". 

Sahabat lain berkata: "Masuklah kamu ke liang lahat, lalu perbaiki".

Mughirah lalu masuk ke liang lahad, memasukkan tangannya dan memegang kedua kaki Nabi SAW

Mughirah berkata: "Ambilkan tanah". 

Para sahabat mengambilkan tanah hingga sampai setengah betisnya. 

Kemudian Mughirah keluar dan berkata: " Akulah yang baru saja (terakhir) berjumpa dengan Rasulullah SAW"

(Hadis Riwayat Imam Ahmad)

Hubungi Kami

Alamat:
No.5B, Jalan 3/70 Damai Point, Seksyen 3, 43650 Bandar Baru Bangi. Selangor

Telefon: +60 17-377 7732
Email: alfalahmadani2022 [@] gmail.com

Jumlah Pengunjung

028912
Hari ini: 207
Minggu Ini: 3,334
Bulan Ini: 2,708
Tahun Ini: 28,912
Tahun Lepas: 5,538
Image

Alfalahmadani.my merupakan sebuah portal yang bertanggungjawab untuk bertindak sebagai penampan bagi setiap tuduhan, fitnah, kekeliruan, ketidakfahaman dan kecelaruan yang berlegar di minda rakyat. Sama ada isu-isu yang timbul secara organik di media sosial, ataupun yang didorong sebagai naratif oleh pihak-pihak tertentu,

Alfalahmadani.my akan menjawab setiap permasalahan dengan pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Tentunya, kehadiran Alfalahmadani.my bukan berhasrat menyatakan kesempurnaan pemikiran, tetapi sebagai wahana untuk menuju kesempurnaan pengetahuan dalam konteks pemikiran semasa, dan kebijaksanaan yang mampu diusahakan.